Pages

Senin, 29 November 2021

 

“TERINGATNYA”



Ketika berkunjung ke Medan atau Sumatera Utara, banyak istilah kata yang tidak ditemukan di daerah lain, dalam istilah orang Medan, ada kata yang sering diucapkan ketika bertanya tentang sesuatu, kata “teringatnya”, kata ini sering diucapkan mengikuti kalimat yang ditanya, seperti kalimat “Teringatnya, sudah berapa lama kita tidak bertemu?”, jadi arti “teringatnya”  bisa diartikan ngomong-ngomong, yang tujuannya membuat ingatan kita menjadi ingat sesuatu tanpa dipaksa karena diberi peringatan terlebih dahulu.

Kata “teringatnya” ini memang seperti basa basi tapi memberi kesan tutur kata yang sopan santun di daerah kami, seperti kata “please” yang dipakai sebagai bentuk permintaan dalam bahasa Inggris, dalam pengucapannya juga ada kata penekanan dalam kata “Teringatnya”, seperti permohonan untuk mengingat kembali peristiwa yang telah berlalu.

Bertanya membutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam berinteraksi sosial, begitu juga dengan menjawab tentu membutuhkan kemampuan mengingat yang kuat, tetapi karena kemampuan mengingat kita terbatas, sering kali informasi yang disampaikan tidak sampai secara utuh sehingga menjadi berita bohong, untuk itu dibutuhkan informasi tertulis sebagai data pendukung informasi yang ingin kita sampaikan. @JNE

Jadi teringat saya buku pelajaran di sekolah yang seperti dipaksa untuk diingat sehingga kita sulit mengingatnya, berbeda kalau baca buku cerita atau novel yang terkadang baru sekali kita baca bisa ingat jalan ceritanya, tetapi kita lihat sekarang minat baca sudah sangat berkurang, banyak generasi kita jarang yang senang membaca, kalau ada novel yang terbit sampai cetakan ke-25 pun masih menunggu hingga novel dibuat versi film dan berlomba untuk bisa membeli tiket perdana, budaya baca hilang ketika tontonan semakin banyak, buyarlah bayangan kita tentang Wiro Sableng ketika sosok Wiro yang ditampilkan di layar kaca atau layar lebar tidak sesuai dengan bayangan yang ada dalam pikiran kita.

           Secara kebetulan saya bekerja di Perpustakaan, saya melihat beberapa novel yang telah dijadikan film sudah kurang peminat bacanya dibandingkan sebelum novel itu dijadikan film, tontonan sering dijadikan referensi yang tidak melibatkan imajinasi tetapi cenderung berhalusinasi. @JNE

Kamis, 25 November 2021

Gedung Balai Kota

 


Sabtu, 04 April 2020

Sejarah Kota Pematangsiantar




Kota Pematangsiantar (sering disingkat Siantar saja) adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera. Kota ini memiliki luas wilayah 79,97 km2 dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa (2000).
Kota Pematangsiantar yang hanya berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari Parapat sering menjadi kota perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba. Sebagai kota penunjang pariwisata di daerah sekitarnya, kota ini memiliki 8 hotel berbintang, 10 hotel melati dan 268 restoran. Di kota ini masih banyak terdapat sepeda motor BSA model lama sebagai becak bermesin yang menimbulkan bunyi yang keras.
Kota ini pernah menerima Piala Adipura pada tahun 1993 atas kebersihan dan kelestarian lingkungan kotanya. Sementara itu, karena ketertiban pengaturan lalu-lintasnya, kota ini pun meraih penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha pada tahun 1996. Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 Adam Malik, lahir di kota ini pada 22 Juli 1917.
Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi pada tahun 2000 yang mencapai Rp 1,69 trilyun, pangsa pasar industri mencapai 38,18% atau Rp 646 miliar. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyusul di urutan kedua dengan sumbangan 22,77% atau Rp 385 miliar.
Sejarah
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan. Pematangsiantar yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sang Nawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai raja pada tahun 1906.
Di sekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk, di antaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar, dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu:
-  Pulau Holing menjadi Kampung Pematang
-  Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota
- Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martimbang, Sukadame,  dan Bane.
- Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.
Setelah Belanda memasuki Daerah Sumatera Utara, Daerah Simalungun menjadi daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Kontroleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi oleh pendatang baru. Bangsa Cina mendiami kawasan Timbang Galung dan Kampung Melayu.
Pada tahun 1910 didirikanlah Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No. 285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No. 717 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.
Pada zaman Jepang berubah menjadi Siantar State dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi kemerdekaan, Pematangsiantar kembali menjadi Daerah Otonomi. Berdasarkan Undang-undang No. 22/1948 Status Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957.
Berdasarkan UU No. 1/1957 berubah menjadi Kota Praja Penuh dan dengan keluarnya Undang-undang No. 18/1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya Undang-undang No. 5/1974 tentang-Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1981 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas empat wilayah kecamatan yang terdiri atas 29 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 12,48 km² yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982.
Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain :
Kecamatan Siantar Barat
Kecamatan Siantar Timur
Kecamatan Siantar Utara
Kecamatan Siantar Selatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 wilayah kecamatan, di mana 9 desa/Kelurahan dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematangsiantar, sehingga Kota Pematangsiantar terdiri dari 38 desa/kelurahan dengan luas wilayah menjadi 70,230 km2
Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain:
Kecamatan Siantar Barat
Kecamatan Siantar Timur
Kecamatan Siantar Utara
Kecamatan Siantar Selatan
Kecamatan Siantar Marihat
Kecamatan Siantar Martoba
Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 1994 dikeluarkanlah kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 km².
Pada tahun 2007 diterbitkanlah lima Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematangsiantar, yaitu:
Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun
Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma
Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Nagapitu, dan Tanjung Pinggir
Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli, dan Nagahuta Timur
Dengan demikian di Kota Pematangsiantar terdapat delapan kecamatan dan lima puluh tiga kelurahan.


Rabu, 23 Januari 2019

Jalanan Siantar Tempo Doeloe


Jumat, 04 November 2016

WARISAN (BECAK SIANTAR) YANG TERBUANG


Becak Siantar
Ada hal menarik ketika saya masih anak-anak, pulang libur panjang sekolah dari tapanuli selatan, biasanya naik bus atau menumpang truk saudara yg akan berangkat ke medan, ketika bus atau truk yg saya tumpangi telah mendekati kota pematangsiantar, pertama yg mudah untuk dilihat adalah becak siantar, kalau sudah terlihat dan mendengar suara becak tersebut senang berada di kampung halaman terasa menyenangkan, kegembiraan tersebut berlanjut setiap saya pulang dari luar kota.

Tapi perlahan dan hampir pasti warisan tersebut mulai terbuang, sedikit demi sedikit jumlah becak siantar yang menggunakan motor BSA semakin berkurang, tergantikan dengan kenderaan motor yg cc nya lebih kecil produksi terbaru, dulu masih ada organisasi becak yang membina dan menjaga kelesatarian becak siantar, seperti Gabemas, Gabebsi dan BOM’S, tapi sekarang hanya BOM’S yang masih aktif.

Pematangsiantar memiliki jumlah BSA terbanyak di dunia, Negara Inggris tempat produksi becak tersebut saja BSA sudah menjadi barang langka, walaupun sparepart BSA yang diproduksi sekitar tahun 1940 – 1960 ini sulit dicari tapi para pemilik becak berusaha berkreasi dengan sparepart rakitan, setahu saya dulu bengkel becak yang cukup dikenal di kota ini terletak di Jalan Tombang, tapi sekarang pemiliknya sudah mengalihkan tempat usahanya sebagai tempat parkiran kenderaan bermotor anak-anak sekolah dan bengkel las.

Ada cerita menarik dari anak pemilik bengkel ketika dia bercerita kepada saya pada tahun 2007, ketika tahun 1995 dia pernah mencoba mendata jumlah becak BSA yang ada di Pematangsiantar dan hasilnya sungguh mencengangkan ada sekitar 5000 becak BSA yang beroperasi ataupun tidak beroperasi membawa penumpang di kota ini, ketika tahun 2007 tersebut Pemko Pematangsiantar melaksanakan pendataan untuk pengecatan becak dan pemutihan surat-surat kendaraan yang telah habis masa berlakunya, tetapi kuotanya terbatas hanya bisa terlaksana untuk 800 becak, dan ketika itu lebih dari 800 becak yang mendaftar, jadi diperkirakan jumlah becak pada saat itu termasuk yang tidak mendaftar sekitar 1500 becak, jadi ada 30% berkurang jumlah Becak BSA selama 12 tahun atau 2,5% selama setiap tahun, itu 9 tahun yang lalu bagaimana dengan sekarang di tahun 2016 ini, kalau dilihat di pangkalan becak dan yang beroperasi di jalan jumlah Becak Siantar yang menggunakan BSA dan yang bukan BSA sudah lebih banyak yang bukan BSA, hal ini mungkin karena para pemilik BSA tergiur dengan tawaran dari luar kota dengan harga jual 40 juta s/d 60 juta rupiah, bahkan kalau sudah keluar dari dari sumatera utara atau di luar pulau sumatera becak ini bisa terjual dengan harga yang lumayan tinggi sekitar 80 juta s/d 150 juta rupiah.

Walaupun Pemerintah Kota dan DPRDnya belum membentuk Perda Perlindungan Cagar Budaya untuk melestarikan Becak BSA, tapi masih ada yang peduli untuk melestarikan becak BSA, Ketua BOM’S H.Kusuma Erizal Ginting,SH MBA berusaha keras agar BSA tetap lestari dan menjadi simbol kota Pematangsiantar, beliau membeli beberapa becak BSA agar tidak dibeli oleh pembeli dari luar kota, dan sekarang Pemerintah Kota Pematangsiantar bekerjasama dengan BOM’S telah membangun Tugu Becak Siantar di Jalan Merdeka No.01 Pematangsiantar tepatnya di areal Lapangan Parkir Bus Pariwisata Kota Pematangsiantar.
 
Tugu Becak Siantar
Semoga kenangan masa kecil merasakan kegembiraan melihat becak siantar ketika pulang dari luar kota dapat juga dirasakan oleh anak-anak cucu kita kelak, tidak hanya melihat kenangan dari Tugu Becak Siantar saja.

“sekian”


Kamis, 27 Oktober 2016

WALIKOTA PEMATANGSIANTAR

Walikota Pematangsiantar dari tahun 1956 hingga tahun 2015


















Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.